foto saat menokok sagu

foto ilistrasih saat mayakat adat menokok sagu

 

Budaya mengandung kekuatan besar, namun sekaligus rentan, karena senantiasa
menanggapi dinamika yang semakin kompleks. Oleh karenanya budaya sebagai arena untuk tumbuh
bersama, harus senantiasa dirawat dengan penuh kesadaran, memastikan agar semua ikut, tak ada
yang tertinggal, bergerak maju dan berkelanjutan. Kongres Kebudayaan 2023, dipenuhi kegairahan
dan harapan dalam menghadapi dunia yang telah beralih rupa dengan cepat. Kegairahan muncul dari
semangat kaum muda menghidupi kebudayaan di akar rumput, serta dari harapan untuk
mewujudkan tatanan sosial baru.

Pada saat yang sama, tiga persoalan semesta membayangi dan menjadi keprihatinan kolektif:
Pertama, krisis sosial ekologis yang hadir, dekat dan nyata: Perubahan iklim, perampasan tanah,
akses pada air dan pangan, hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan lingkungan dan merosotnya
daya dukung bumi. Kedua, disrupsi teknologi yang dahsyat dan pesat. Daya pikir dan daya cipta
manusia berujung pada lahirnya kecerdasan buatan yang bagaikan pisau bermata dua dalam
menentukan arah peradaban: membantu kemajuan, dan sekaligus mengambil alih kendali. Kemajuan
teknologi digital melahirkan masalah-masalah kesehatan mental yang baru. Ketiga, ancaman perang
global yang berlarut, menyertai bangkitnya cara penyelesaian konflik antarkelompok yang saling
memusnahkan.

Di hadapan tantangan dan kompleksitas krisis yang terbuka ini, keseluruhan pengalaman
olah pikir di Kongres, serta penyegaran inderawi dan jiwa di Pekan Kebudayaan Nasional (PKN)
menunjukkan bahwa keanekaragaman dan kelenturan budaya Nusantara yang bertumpu pada
budaya air merupakan daya transformasi utama menuju keIndonesiaan yang sintas dan unggul di
masa depan.
Benang merah perdebatan selama kongres mengarah pada kebutuhan akan dua hal pokok
untuk mengawal proses transformasi tersebut, yakni penguatan budi-daya (cara-cara inovatif dan
kreatif), serta pemuliaan daya-budi (panduan etika dan moralitas baru untuk mengarungi guncangan
perubahan).

Melalui percakapan dalam Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) yang berlangsung selama
23-27 Oktober 2023, dapat dipanen sedikitnya sepuluh gagasan berikut:
1. Kebudayaan sebagai daya utama dalam transformasi ke-Indonesiaan merupakan hasil
kesepakatan yang terus menerus berproses untuk mengolah dan mengembangkan
keanekaragaman dan kekayaan hayati dan budaya dalam mengarungi perubahan global yang
multi-dimensi.

2. 2024-2029 merupakan babak penting dalam meletakkan pemajuan kebudayaan sebagai
kebutuhan dasar publik, dan sekaligus panduan transformasi ekonomi, sosial, dan ekologi,
melalui tata kelola yang sehat, dan kerja para pelaku dan pandu-pandu budaya pada
berbagai bidang, tingkatan dan sektor. Visi Indonesia 2045 mempersyaratkan terbentuknya
pandu-pandu yang berbudi-daya dan berdaya-budi pada babak ini.
3. Kebebasan berekspresi membuka ruang yang nyaman dan aman, inovasi cara-cara baru dan
kreativitas merupakan landasan pemajuan kebudayaan, yang perlu didukung oleh platform
ekonomi budaya agar berkembang secara organik dan berkelanjutan.

4. Pendidikan yang berkebudayaan merupakan sekolah kehidupan, yang mengembangkan
kemampuan belajar untuk menghidupi keanekaragaman dan kekayaan budaya, kecakapan
adaptasi terhadap perubahan teknologi dan ekologi, serta sikap merdeka yang berintegritas.
Pengembangan sumberdaya insani dan teknologi untuk menjadi penggerak di bidang
kebudayaan adalah kunci ketangguhan Indonesia di masa depan, yang perlu difasilitasi dan
didukung secara terintegrasi dan lintas sektoral oleh semua pemangku kepentingan.

5. Transformasi tata kelola Dewan Kesenian dan atau Dewan Kebudayaan menjadi prioritas
kelembagaan untuk membangun ekosistem pemajuan kebudayaan. Musyawarah Kesenian
Nasional menjadi platform bagi para seniman untuk hadir dan tampil berperan secara lebih
dinamis dan terukur. Taman budaya, museum, galeri dan kawasan warisan budaya
dikembangkan sebagai bentuk-bentuk layanan umum yang dapat diakses publik secara
berkelanjutan.

6. Perjumpaan budaya lintas batas di tataran desa dan kota yang partisipatif dan inklusif
direkatkan melalui platform Pekan Kebudayaan Nasional. Perhelatan digerakkan oleh cara
kerja pe-lumbung-an (commoning) dan pengorganisasian kolektif secara organik untuk
berbagi sumberdaya dari proses semai, tanam, panen, hingga simpan, kumpul dan bagi di
tataran lokal serta jalinan antar komunitas global. Indonesia menghadirkan kembali Bandung
Spirit melalui kerjasama kreatif dan diplomasi budaya.

7. Pemanfaatan teknologi digital merupakan keniscayaan untuk mengolah dataraya Pokok
Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD), Indeks Kebudayaan, Program Indonesiana, dan berbagai
hasil panen budaya masyarakat. Kecerdasan buatan dioptimalkan untuk memutakhirkan
warisan budaya dan inspirasi para maestro, empu-empu teknologi tradisional dalam proses
regenerasi, transfer ilmu, dan inovasi. Di lain pihak, gangguan kesehatan mental dan perilaku
negatif sebagai akibat dari konsumsi imaji dan budaya layar (screen culture) dari teknologi
digital akan semakin membanyak, dan memerlukan cara-cara baru penanggulangan dan
pencegahannya.

8. Masyarakat adat dan lokal lainnya adalah subjek yang berdaulat atas wilayah, sumber daya
alam, dan sumber pengetahuan budaya, serta merupakan pengusung keanekaragaman
budaya dan hayati. Keanekaragaman budaya dan hayati juga adalah modal bagi pengelolaan
pariwisata ekologis, Program Sirkuit Perjumpaan Budaya, dan Lawatan Widyawisata yang
terpadu, serta sarana-sarana lain untuk pengembangan rasa cinta Tanah Air.

9. Indonesia memerlukan suatu badan amatan pemajuan kebudayaan (Cultural Observatory)
yang memantau, mengkaji perubahan budaya, dan merumuskan kebijakan dengan
pendekatan holistik, trans- dan multi-disiplin.

10. Model APBN/D diselaraskan dengan kerangka kerja kebudayaan, termasuk sistem perpajakan
dan insentif yang mendorong pemajuan kebudayaan. Pelayanan pemerintah di bidang
kebudayaan kepada masyarakat tidak dapat dilakukan secara mekanis-birokratis, dan
dilaksanakan dengan penuh pelibatan dan partisipasi masyarakat yang penuh dan bermakna,
dengan pemahaman atas narasi kebudayaan, dan imajinasi-imajinasi kreatif para pelaku dan
pandu budaya.

Keberadaan dana kebudayaan pada tingkat nasional telah mendorong
kegairahan pegiat budaya untuk berkarya, berinteraksi dan berpartisipasi. Akses terhadap
dana kebudayaan perlu diperluas ke seluruh wilayah Nusantara secara adil untuk
menguatkan ekosistem kebudayaan dengan tata-kelola yang transparan dan akuntabel.
Hasil panen Kongres Kebudayaan Indonesia 2023 bermuarakan pada urgensi terbentuknya
sebuah kementerian yang secara khusus menangani kebudayaan secara terpadu, sebagai wujud
hubungan dialektis antara kebudayaan, tanah air dan kebangsaan yang ditenun dalam nilai-nilai
Sumpah Pemuda 1928.
Jakarta, 27 Oktober 2023

 

PENANGGUNJAWAB BPH AMAN SORONG RAYA

KETUA. BPH. VECKY.W.MOBALEN

INFOKOM

PENULIS.G.M.KALIELE

No comments